Probolinggo, KabarBromo66.com – Ada yang berbeda di Desa Klaseman, Kecamatan Gending, pada Selasa pagi itu (3/6/2025). Di tengah mentari yang menyinari pematang sawah dan aroma laut yang samar terbawa angin dari Pantai Desa Klaseman, jajaran pemerintah desa setempat menuju Dusun Krajan. Di tangan mereka, bibit pohon asam dan kelapa bukan sekadar batang pohon, tapi simbol dari gerakan besar: Desa Tematik dan Ketahanan Pangan.
Kegiatan yang digagas oleh Pemerintah Desa Klaseman ini merupakan bagian dari program Desa Tematik yang digulirkan oleh Bupati Probolinggo, Gus Haris–Lora Fahmi, serta program prioritas Ketahanan Pangan Nasional dari Presiden Prabowo Subianto.
Dari Akar Sejarah, Klaseman Kembali ke Jati Dirinya
Nama “Klaseman” sendiri diyakini berasal dari dua kata: kelapa dan asem. Alih-alih hanya menjadi cerita turun-temurun, Kepala Desa Klaseman, Suprijono, ingin menjadikannya identitas pembangunan. Maka, ditanamlah 250 pohon asam jawa, terdiri atas 150 bantuan dari Dinas Pertanian dan 100 bibit hasil swadaya desa, serta 100 pohon kelapa hibrida. Penanaman berlangsung di Dusun Krajan.
“Ini bagian dari membangun fondasi. Kami tidak ingin nama desa hanya menjadi sejarah. Kami ingin menjadikannya hidup, tumbuh, dan menghasilkan,” kata Suprijono.
Ia menambahkan bahwa pohon-pohon ini tidak hanya akan menjadi penghijauan, tapi juga bagian dari rencana besar menuju ekowisata berbasis sejarah dan lingkungan.
Lele: Ketahanan Pangan yang Terintegrasi
Sementara di Dusun Krajan Blok Pesisir, program ketahanan pangan digencarkan melalui budidaya lele. Sebanyak 50 ribu bibit ikan lele ditebar ke dalam kolam terpal. Terdapat dua kolam tanah dan 30 kolam terpal bundar.
“Ini adalah bentuk kemandirian pangan desa. Kita ingin warga tidak hanya bergantung pada pasokan luar, tapi mampu memenuhi kebutuhan protein hewani secara mandiri,” jelas Suprijono. Kolam-kolam itu di kelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Klaseman.
Camat Gending: Ini Bukan Sekadar Seremoni
Camat Gending, Winda Permata Erianti, S.ST.P., M.Si., hadir langsung menyaksikan kegiatan ini. Dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya memahami substansi dari program desa tematik.
“Desa tematik ini bukan sekadar seremoni atau formalitas. Ini soal bagaimana desa mengangkat potensi lokal menjadi kekuatan ekonomi. Klaseman sudah melakukan itu, dari sejarah nama, lingkungan, sampai sektor perikanan,” tegasnya.
Ia juga menyebut bahwa langkah ini sejalan dengan mandat dari pemerintah pusat: mengembalikan desa pada ruh-nya, yakni ekonomi lokal dan kearifan budaya.
Suara Akademisi: Dari Kampus Panca Marga
Dukungan juga datang dari kalangan akademisi. Novita Lidiana, S.P., M.M.A., Kaprodi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Panca Marga Probolinggo, menyatakan apresiasi tinggi terhadap kegiatan ini.
“Ini praktik nyata dari keberlanjutan. Kami dari kampus hadir bukan hanya sebagai penonton, tapi ikut serta memberikan ilmu, pendampingan, sekaligus menyiapkan generasi baru pembangunan desa,” katanya.
Mahasiswa yang terlibat berasal dari Prodi Agribisnis, Agroteknologi, Sospol, Ekonomi, dan PKN. Mereka juga sebagian besar adalah putra-putri Desa Klaseman sendiri.
Harapan dan Gotong Royong
Kegiatan ditutup dengan ramah tamah dan makan ketan bersama di Pasar Klasik Klaseman, sebuah lokasi yang kini mulai tumbuh menjadi simpul ekonomi dan budaya desa.
“Yang penting, semua perangkat, RT-RW, kader, warga ikut gotong royong. Ini tidak bisa dikerjakan sendiri. Desa lain pun bisa meniru, asalkan konsepnya tidak hanya tempelan. Harus dijalankan dengan hati,” pesan Camat Gending menutup wawancara.
Langkah Klaseman adalah satu dari sekian bukti bahwa desa tidak hanya bisa menjadi penonton dalam pembangunan nasional. Mereka bisa berdiri, berjalan, bahkan berlari, bersandar pada akar dan menanam harapan dengan sungguh-sungguh.
Tidak ada komentar