x

Gus Didik, Wakil Ketua DPRD Probolinggo, Bicara Blak-blakan soal Undang-Undang Pesantren: “Ini Ruh, Ini Dorongan Besar!”

waktu baca 3 menit
Kamis, 8 Mei 2025 01:06 0 94 Redaksi Satu

Probolinggo, KabarBromo66.com – Di balik pagar Pondok Pesantren Mambaul Ulum, Desa Sukodadi, Kecamatan Paiton, tersimpan suara lantang yang selama ini jarang terdengar. Bukan tentang politik lokal, bukan pula soal pemilu. Tapi soal ruh pendidikan bangsa yang lahir dari pelataran pesantren.

Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Probolinggo, K.H. Didik Humaidi, S.Sos., atau yang akrab disapa Gus Didik, angkat bicara soal Undang-Undang Pesantren. Ditemui di kediamannya pada Rabu (7/5) Gus Didik bicara tanpa tedeng aling-aling:

“Pertama, kalau kita lihat dari kerangka ruhnya Undang-Undang Pesantren itu, dalam rangka adalah pesantren ini sebagai sebuah lembaga pendidikan yang punya kekhasan tersendiri, yang punya peran cukup penting mulai dari kemerdekaan sampai pasca kemerdekaan, dan kontribusinya jelas”

Tak hanya berbicara soal sejarah dan eksistensi pesantren, Gus Didik menegaskan bahwa UU No. 18 Tahun 2019 bukan sekadar pengakuan formal dari negara tapi adalah bentuk afirmasi.

“Dengan Undang-Undang Pesantren ini, paling tidak ada bentuk-bentuk afirmasi dari pemerintah pusat, sebagai penyetaraan pendidikan antara pesantren dengan pendidikan lainnya”

Lebih lanjut, ia menyampaikan perlunya tindak lanjut di tingkat daerah melalui peraturan daerah (perda) agar fasilitasi terhadap pesantren makin konkret.

“kemudian yang kedua berkaitan dengan masalah Undang-Undang Pesantren ini memang perlu pemerintah daerah untuk kemudian melahirkan peraturan daerah yang membahas tentang masalah pesantren”

Dalam narasi panjangnya, Gus Didik juga menyinggung pentingnya pengakuan formal terhadap pesantren salaf, termasuk program penyetaraan yang sudah berjalan di beberapa daerah.

“bahkan pesantren salaf pun hari ini sudah ada program penyetaraan”

Tak berhenti di situ, Gus Didik menyoroti bahwa nilai lebih pesantren tak hanya terletak pada sisi akademis, tapi juga penanaman akhlak dan keimanan, sesuatu yang menurutnya sulit ditemukan di luar lingkungan pesantren.

“undang-undang pesantren ini menjadi sebuah ruh, menjadi dorongan bagi pesantren untuk kemudian bisa mengikuti perkembangan pendidikan yang sama dengan di luar pesantren. Tapi kelebihan pesantren itu adalah penataan keimanan, kemudian akhlak”

Ia juga mengimbau agar komunitas pesantren memanfaatkan peluang dari UU ini, yang berlaku inklusif, tak hanya untuk pesantren berbasis ormas tertentu.

“undang-undang ini tidak sifatnya hanya parsial saja, ini untuk kelompok tertentu, tetapi hasilnya tidak hanya untuk kelompok itu tadi untuk kepentingan semua pesantren yang ada di negara kita.”

Bagi Gus Didik, inilah momen di mana negara akhirnya memberi tempat terhormat kepada pesantren. Sebuah bentuk pengakuan atas peran pesantren sejak zaman perjuangan hingga kini.

“selama sekian puluh tahun pesantren ini tidak pernah dipandang oleh negara, dengan terbitnya Undang-Undang No. 18 Tahun 2019, negara ini sudah mengakui bahwa pesantren punya peran yang cukup besar”

Representasi suara pesantren dan santri yang kini punya panggungnya sendiri di ranah kebijakan nasional.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x