x

Eco Souvenir dari Santriwati SMA Zainul Hasan 1 Genggong: Lilin Aromaterapi Ini Terbuat dari Minyak Bekas

waktu baca 2 menit
Minggu, 15 Jun 2025 04:01 0 168 Redaksi Satu

Probolinggo, KabarBromo.com – Siapa sangka, minyak jelantah yang selama ini dibuang begitu saja, justru bisa menjadi komoditas bernilai ekonomi. Bahkan, dalam hitungan jam, seluruh produk lilin aromaterapi berbahan dasar limbah ini habis terjual.

Itulah yang terjadi di halaman Pesantren Zainul Hasan Genggong, Pajarakan, Kabupaten Probolinggo, Minggu (15/6/2025), dalam kegiatan bertajuk Uji Publik dan Praktik Pembuatan Eco Souvenir Lilin Aromaterapi dari Limbah Minyak Jelantah. Kegiatan ini merupakan penutup dari pembelajaran mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan (PKWU) yang telah dijalankan selama satu tahun oleh siswa-siswi SMA Zainul Hasan 1 Genggong.

“Program PKWU kami tidak hanya teori, tetapi juga praktik langsung dengan menciptakan produk nyata dari sampah plastik, bahan lokal, dan limbah minyak jelantah. Untuk uji publik ini, kami pilih produk yang paling siap dipasarkan, yakni lilin aromaterapi dari minyak jelantah,” terang pembimbing kegiatan, Siti Nurseha, S.Si.

Tegangan mulai terasa ketika para siswa harus membuktikan kemampuan mereka menghadapi publik. Mereka tak hanya ditantang membuat produk, tetapi juga harus menjual dan mempresentasikannya kepada khalayak.

Latar belakang kegiatan ini muncul dari realita sederhana: banyaknya limbah minyak jelantah yang dihasilkan dari kantin, kafe pesantren, dan UMKM sekitar. Alih-alih menjadi limbah berbahaya, santri diberdayakan untuk mengolahnya menjadi produk fungsional, sekaligus mengasah jiwa kewirausahaan.

Salah satu peserta, Ayulita, siswi kelas XI D, mengaku telah belajar banyak hal tentang bisnis sejak dini. “Kami menerapkan strategi storytelling, mengenalkan keunggulan produk, dan memanfaatkan barang yang tadinya dianggap tak berguna,” ungkapnya.

Dan hasilnya? Semua lilin aromaterapi ludes terjual. “Ada 12 produk, semuanya habis. Total penjualan mencapai Rp132 ribu,” lanjut Ayulita dengan senyum bangga.

Pihak sekolah berharap, prototipe ini tidak berhenti di sini. Nantinya, santri dapat terus mengembangkan produk lilin aromaterapi ini dalam skala massal, menjadikannya sebagai bagian dari ekonomi sirkular di lingkungan pesantren.

“Selain menambah penghasilan, ini juga bentuk pendidikan karakter: bagaimana limbah tak hanya dibuang, tapi disulap menjadi sumber berkah,” tutup Siti Nurseha.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x